Saturday, May 21, 2016

REVIEW KEMI 2: Menyelusuri Jejak Konspirasi

Blurb
Alkisah dalam KEMI, santri cerdas (Ahmad Sukaimi) terjebak dalam kubangan liberalism dan terjerat sindikat criminal pembobol dana-dana asing untuk proyek liberalism Indonesia. Nasib Kemi berujung tragis. Ia disiksa donaturnya sendiri karena dianggap gagal dalam menjalankan misi.

Kini, KEMI2 berkisah tentang perebutan Kemi oleh sesame aktivis liberal. Kemi diculik dari Rumah Sakit dan dikirim ke pusar pengobatan canggih. Pergulatan Islam dan liberalism memasuki babak yang semakin seru melibatkan aktor penting bernama Doktor Rajil, pengamat politik terkenal, dan Habib Marzuki, pegiat Islam yang dicap garis keras.

Kecanggihan Doktor Rajil merekayasa proyek liberalism harus berbenturan dengan suara hati putri kecilnya sendiri yang suatu ketika merajuk pada sang ayah, “Pokoknya Papa jangan liberal, ya.. Putri takut Pa.. nanti Papa masuk neraka? Janji ya, Pa! Papa nggak liberal!”


Kemi 2 menceritakan kasus penganiayaan Kemi yang telah mendapat perhatian khusus dari para aktivis-aktivis yang menyebarkan paham Islam liberal, bahkan pimpinan yayasan asing yang mendanai proyek-proyek liberalisasi Islam di Indonesia harus turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini. Mereka merasa bahwa Kemi adalah santri yang potensial untuk melancarkan langkah-langkah dalam menyebarkan paham liberal di Indonesia. Rahmat, yang ditugaskan untuk menyelamatkan Kemi dari cengkraman paham Islam liberal, juga tidak menyangka bahwa kasus penganiayaan Kemi mendapat perhatian khusus dari kalangan nasional hingga internasional.

Penganiayaan Kemi menjadi ramai diberitakan oleh media massa. Hal ini dinilai akan menjadi rintangan bagi proyek liberalisasi Islam. Memang hal ini di luar kontrol mereka. Ada oknum, yang diceritakan dalam buku ini bernama Roman, yang melakukan penganiayaan terhadap Kemi. Oleh karena itu, seorang pengamat politik, Doktor Rajil, ditugaskan untuk menyelesaikan kasus ini.

Awal keganjilan mulai tercium ketika pengadilan kasus Roman hanya menuntut atas tindakan penganiayaannya terhadap Kemi, Padahal Roman sebelumnya telah diduga melakukan tindakan kejahatan lainnya yaitu human trafficking. Habib marzuki, seorang pegiat Islam yang dicap garis keras dan Bejo, sang wartawan, mencium bahwa ada yang aneh pada kasus kemi. Tuntutan jaksa membuat Habib Marzuki penasaran. Hal ini menjadikan dia ingin mencari tahu lebih lanjut mengenai apa yang terjadi. 

Dokter Nasrul, yang merupakan salah satu dokter yang merawat Kemi saat dirawat di RSJ, juga mau tidak mau harus turun tangan dikarenakan Kemi telah dibawa kabur oleh orang tidak dikenal. Ia memutuskan untuk melakukan investigasi mengenai kasus yang tak biasa ini. Hal ini mengantarkan Habib Marzuki dan Doktor Nasrul bertemu dengan seorang wartawan bernama Ahmad Petuah, mereka berharap bisa menggali informasi lebih banyak tentang kasus Kemi ini.

Bejo, wartawan yang sebelumnya cenderung liberal berubah pikirannya menjadi lebih Islami,  juga penasaran dengan kasus Kemi. Namun, Doktor Rajil telah menduga bahwa Bejo adalah orang yang harus mereka tangani. Oleh karena itu, Bejo sempat diculik dan ditawari untuk bergabung menjadi semacam penasihat pribadi Doktor Rajil. Namun, Bejo yang telah semakin dekat dengan Allah menolak tawaran ini. 

Diceritakan juga, tokoh Siti yang sempat menjadi rekan Kemi dalam mengkampanyekan paham Islam liberal, kini telah bertaubat dan berubah untuk melawan pemikiran-pemikiran Islam liberal. Berkat tulisan-tulisan di blog pribadinya, Ia mendapat undangan untuk menjadi pembicara dalam diskusi tentang kesetaraan gender di DPR. Ia disandingkan dengan pembicara lainnya yaitu Doktor Demiawan Ita yang sudah malang melintang dalam memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia.


Novel ini bukan novel biasa, seperti yang dituliskan di bagian cover depan novel ini, karena dari menurut saya, novel ini tidak menekankan pada sastra, melainkan isi dan ilmu dan ingin diberikan oleh penulis. Bahasa yang digunakan sangat mudah dipahami oleh orang awam sekalipun yang ingin mengetahui lebih jauh apa liberalisme dan bahayanya Islam Liberal.

Penulis merupakan tokoh yang dikenal aktif dalam melawan segala bentuk liberalisasi Islam yang berpotensi akan merusak ajaran Islam yang sebenarnya. Beliau sudah banyak menulis buku-buku yang berkaitan dengan pemikiran-pemikiran beliau untuk menunjukkan kepada umat tentang betapa bahayanya liberalisasi ajaran agama Islam. Kali ini beliau menggunakan sarana novel untuk menunjukkan kepada umat betapa berbahayanya Islam Liberal.

Saya baru pertama ini membaca tulisannya Doktor Adia Husaini, yang ketika saya cari tahu mengenai profil beliau, ternyata adalah lulusan S1 Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, sungguh jadi kebanggaan sendiri buat saya yang juga lulusan IPB, punya senior yang tulisannya bisa memberikan inspirasi banyak orang.

Dibagian cover depan terdapat Komentar Taufik Ismail terkait novel ini:
"Setelah wajah pesantren dicoreng-moreng dalam film Perempuan Berkalung Sorban, novel Adian Husaini ini berhasil menampilkan wajah pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yg ideal dan tokoh-tokoh pesantren yg berwawasan luas, sekaligus gigih membendung gelombang liberalisme."


Ada banyak kalimat yang menurut saya menarik dalam novel ini, dan beberapa saya tuliskan di sini:

“Kalau ada kasus satu sedang ramai, ya dimunculkan kasus yang lain sehingga masyarakat lupa kasus sebelumnya. Orang Indonesia ini kan sudah terkenal mudah lupa.” (hal 16)

“Ya itu bedanya saya dengan orang liberal. Saya masih punya Tuhan dan saya mengaki Tuhan berdaulat atas saya. Saya bukan hanya mengakui Tuhan itu ada, tetapi Tuhan memang berhak mengatur saya dan saya adalah hamba-Nya.” (hal 119-120)

“Saya teringat pesan Nabi bahwa tidak akan merugi orang yang bermusyawarah dan tidak akan menyesal orang yang beristikharah.” (hal 154)

“Jadi, apa kritik ibu terhadap pemikiran Doktor Ita tentang kesetaraan gender?” “Pertama, ia sudah terjerat ke dalam alam berpikiran “kesetaraan” model Barat yang memahami arti ‘setara’ adalah sama dalam segala hal. Laki-laki dan eorempuan disetarakan dalam peran dan tugas kehidupan. Ini sangat berbeda dengan ajaran Islam yang memahami ‘setara’ dalam arti maknawi, yaitu setara di hadapan Allah, tetapi ada pembagian tugas dan peran yang berbeda.” (hal 160)

“Kesalahan kaum gender adalah mereka berpikir hanya duniawi saja. Mereka lupa akhirat. Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan sudah diberikan tugas dan peran yang berbeda sesuai dengan kodratnya masing-masing. Jenis tugas itu tidak ada yang tinggi atau rendah sebab yang terpenting adalah tanggung jawab di akhirat. Kalau perempuan sukses sebagai istri dan ibu rumah tangga, nilainya sangat tinggi dan merupakan sukses bersama. Begitu juga kalau suami sukses dalam tugas-tugas dan pekerjaannya, itu juga sukses bersama antara suami dan istri. Itu indahnya ajaran Islam. Ada kerja sama antara laki-laki dan perempuan. bukan menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi bersaing dan bermusuhan.” (hal 161)

“Islam dan Islam Liberal itu beda jenisnya. Islam jenisnya putih. Islam liberal jenisnya hitam.” (hal 193)

“Jelas tidak sama. Yang satu Islam, satunya lagi Islam Liberal. Kata kiai Najih Ahjat, ‘Islam liberal’ seperti kata ‘orang’ ditambah kata ‘gila’ jadi hasilnya tidak sama degan orang.” (hal 193)

“Misi mulia dari Islam liberal adalah tetap menjaga Negara agar tetap netral dari agama. Syukurlah, sejauh ini perjuangan kami berhasil karena partai-partai agama semakin mengecil suaranya.” (hal 195)

“Di sinilah kekeliruan kaum liberal. Terlalu taklid pada dogma kuno bahwa jika agama mengatur Negara, Negara akan kacau. Mereka hanya menengok sejarah bangsa Eropa dan kemudian pengalaman sejarah Eropa itu dipaksakan kepada bangsa-bangsa lain. Bacalah sejarah bangsa lain yang tidak memiliki pengalaman sekularisme.” (hal 196)

“Orang liberal itu suka jualan agama., mengajarkan semua agama benar, menghalalkan yang diharamkan Allah dan suka berkawan dengan orang kafir sambil menjelek-jelekan orang-orang Islam. Pokoknya, Pa orang liberal itu sifatnya seperti orang-orang munafik, yang di Al-quran dikatakan akan dimasukkan ke jurang neraka.” (hal 212).

Menurut saya, novel ini cukup bagus bagi kalangan yang penasaran dengan bahanyanya Islam liberal. Novel ini mudah dipahami dan dicerna.


Keterangan Buku
Penulis: Adian Husaini
Penerbit: Gema Insani Press
ISBN 978-602-250-068-1



No comments :

Post a Comment