Blurb
Alkisah
dalam KEMI, santri cerdas (Ahmad Sukaimi) terjebak dalam kubangan liberalism dan
terjerat sindikat criminal pembobol dana-dana asing untuk proyek liberalism Indonesia.
Nasib Kemi berujung tragis. Ia disiksa donaturnya sendiri karena dianggap gagal
dalam menjalankan misi.
Kini,
KEMI2 berkisah tentang perebutan Kemi oleh sesame aktivis liberal. Kemi diculik
dari Rumah Sakit dan dikirim ke pusar pengobatan canggih. Pergulatan Islam dan liberalism
memasuki babak yang semakin seru melibatkan aktor penting bernama Doktor Rajil,
pengamat politik terkenal, dan Habib Marzuki, pegiat Islam yang dicap garis
keras.
Kecanggihan
Doktor Rajil merekayasa proyek liberalism harus berbenturan dengan suara hati
putri kecilnya sendiri yang suatu ketika merajuk pada sang ayah, “Pokoknya Papa
jangan liberal, ya.. Putri takut Pa.. nanti Papa masuk neraka? Janji ya, Pa!
Papa nggak liberal!”
Kemi
2 menceritakan kasus penganiayaan Kemi yang telah mendapat perhatian khusus
dari para aktivis-aktivis yang menyebarkan paham Islam liberal, bahkan pimpinan
yayasan asing yang mendanai proyek-proyek liberalisasi Islam di Indonesia harus
turun tangan untuk menyelesaikan kasus ini. Mereka merasa bahwa Kemi adalah
santri yang potensial untuk melancarkan langkah-langkah dalam menyebarkan paham
liberal di Indonesia. Rahmat, yang ditugaskan untuk menyelamatkan Kemi dari
cengkraman paham Islam liberal, juga tidak menyangka bahwa kasus penganiayaan
Kemi mendapat perhatian khusus dari kalangan nasional hingga internasional.
Penganiayaan Kemi menjadi ramai diberitakan oleh media massa. Hal ini dinilai
akan menjadi rintangan bagi proyek liberalisasi Islam. Memang hal ini di luar
kontrol mereka. Ada oknum, yang diceritakan dalam buku ini bernama Roman, yang
melakukan penganiayaan terhadap Kemi. Oleh karena itu, seorang pengamat
politik, Doktor Rajil, ditugaskan untuk menyelesaikan kasus ini.
Awal keganjilan mulai tercium ketika pengadilan kasus Roman hanya menuntut atas
tindakan penganiayaannya terhadap Kemi, Padahal Roman sebelumnya telah diduga
melakukan tindakan kejahatan lainnya yaitu human
trafficking. Habib marzuki, seorang pegiat Islam yang dicap garis keras dan
Bejo, sang wartawan, mencium bahwa ada yang aneh pada kasus kemi. Tuntutan
jaksa membuat Habib Marzuki penasaran. Hal ini menjadikan dia ingin mencari
tahu lebih lanjut mengenai apa yang terjadi.
Dokter Nasrul, yang merupakan salah satu dokter yang merawat Kemi saat dirawat
di RSJ, juga mau tidak mau harus turun tangan dikarenakan Kemi telah dibawa
kabur oleh orang tidak dikenal. Ia memutuskan untuk melakukan investigasi
mengenai kasus yang tak biasa ini. Hal ini mengantarkan Habib Marzuki dan
Doktor Nasrul bertemu dengan seorang wartawan bernama Ahmad Petuah, mereka
berharap bisa menggali informasi lebih banyak tentang kasus Kemi ini.
Bejo, wartawan yang sebelumnya cenderung liberal berubah pikirannya menjadi
lebih Islami, juga penasaran dengan kasus Kemi. Namun, Doktor Rajil telah
menduga bahwa Bejo adalah orang yang harus mereka tangani. Oleh karena itu,
Bejo sempat diculik dan ditawari untuk bergabung menjadi semacam penasihat
pribadi Doktor Rajil. Namun, Bejo yang telah semakin dekat dengan Allah menolak
tawaran ini.
Diceritakan juga, tokoh Siti yang sempat menjadi rekan Kemi dalam mengkampanyekan
paham Islam liberal, kini telah bertaubat dan berubah untuk melawan
pemikiran-pemikiran Islam liberal. Berkat tulisan-tulisan di blog pribadinya, Ia
mendapat undangan untuk menjadi pembicara dalam diskusi tentang kesetaraan
gender di DPR. Ia disandingkan dengan pembicara lainnya yaitu Doktor Demiawan
Ita yang sudah malang melintang dalam memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia.
Novel
ini bukan novel biasa, seperti yang dituliskan di bagian cover depan novel ini,
karena dari menurut saya, novel ini tidak menekankan pada sastra, melainkan isi
dan ilmu dan ingin diberikan oleh penulis. Bahasa yang digunakan sangat mudah
dipahami oleh orang awam sekalipun yang ingin mengetahui lebih jauh apa liberalisme
dan bahayanya Islam Liberal.
Penulis
merupakan tokoh yang dikenal aktif dalam melawan segala bentuk liberalisasi
Islam yang berpotensi akan merusak ajaran Islam yang sebenarnya. Beliau sudah
banyak menulis buku-buku yang berkaitan dengan pemikiran-pemikiran beliau untuk
menunjukkan kepada umat tentang betapa bahayanya liberalisasi ajaran agama
Islam. Kali ini beliau menggunakan sarana novel untuk menunjukkan kepada umat
betapa berbahayanya Islam Liberal.
Saya
baru pertama ini membaca tulisannya Doktor Adia Husaini, yang ketika saya cari
tahu mengenai profil beliau, ternyata adalah lulusan S1 Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor, sungguh jadi kebanggaan sendiri buat saya yang juga
lulusan IPB, punya senior yang tulisannya bisa memberikan inspirasi banyak
orang.
Dibagian
cover depan terdapat Komentar Taufik Ismail terkait novel ini:
"Setelah wajah pesantren dicoreng-moreng dalam film Perempuan
Berkalung Sorban, novel Adian Husaini ini berhasil menampilkan wajah
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yg ideal dan tokoh-tokoh pesantren
yg berwawasan luas, sekaligus gigih membendung gelombang liberalisme."
Ada
banyak kalimat yang menurut saya menarik dalam novel ini, dan beberapa saya
tuliskan di sini:
“Kalau
ada kasus satu sedang ramai, ya dimunculkan kasus yang lain sehingga masyarakat
lupa kasus sebelumnya. Orang Indonesia ini kan sudah terkenal mudah lupa.” (hal
16)
“Ya
itu bedanya saya dengan orang liberal. Saya masih punya Tuhan dan saya mengaki
Tuhan berdaulat atas saya. Saya bukan hanya mengakui Tuhan itu ada, tetapi
Tuhan memang berhak mengatur saya dan saya adalah hamba-Nya.” (hal 119-120)
“Saya
teringat pesan Nabi bahwa tidak akan merugi orang yang bermusyawarah dan tidak
akan menyesal orang yang beristikharah.” (hal 154)
“Jadi,
apa kritik ibu terhadap pemikiran Doktor Ita tentang kesetaraan gender?” “Pertama,
ia sudah terjerat ke dalam alam berpikiran “kesetaraan” model Barat yang
memahami arti ‘setara’ adalah sama dalam segala hal. Laki-laki dan eorempuan
disetarakan dalam peran dan tugas kehidupan. Ini sangat berbeda dengan ajaran
Islam yang memahami ‘setara’ dalam arti maknawi, yaitu setara di hadapan Allah,
tetapi ada pembagian tugas dan peran yang berbeda.” (hal 160)
“Kesalahan kaum gender adalah mereka berpikir hanya duniawi saja. Mereka lupa
akhirat. Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan sudah diberikan tugas
dan peran yang berbeda sesuai dengan kodratnya masing-masing. Jenis tugas itu
tidak ada yang tinggi atau rendah sebab yang terpenting adalah tanggung jawab
di akhirat. Kalau perempuan sukses sebagai istri dan ibu rumah tangga, nilainya
sangat tinggi dan merupakan sukses bersama. Begitu juga kalau suami sukses dalam
tugas-tugas dan pekerjaannya, itu juga sukses bersama antara suami dan istri. Itu
indahnya ajaran Islam. Ada kerja sama antara laki-laki dan perempuan. bukan
menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi bersaing dan bermusuhan.” (hal
161)
“Islam
dan Islam Liberal itu beda jenisnya. Islam jenisnya putih. Islam liberal
jenisnya hitam.” (hal 193)
“Jelas
tidak sama. Yang satu Islam, satunya lagi Islam Liberal. Kata kiai Najih Ahjat,
‘Islam liberal’ seperti kata ‘orang’ ditambah kata ‘gila’ jadi hasilnya tidak
sama degan orang.” (hal 193)
“Misi
mulia dari Islam liberal adalah tetap menjaga Negara agar tetap netral dari
agama. Syukurlah, sejauh ini perjuangan kami berhasil karena partai-partai
agama semakin mengecil suaranya.” (hal 195)
“Di
sinilah kekeliruan kaum liberal. Terlalu taklid pada dogma kuno bahwa jika
agama mengatur Negara, Negara akan kacau. Mereka hanya menengok sejarah bangsa
Eropa dan kemudian pengalaman sejarah Eropa itu dipaksakan kepada bangsa-bangsa
lain. Bacalah sejarah bangsa lain yang tidak memiliki pengalaman sekularisme.” (hal
196)
“Orang
liberal itu suka jualan agama., mengajarkan semua agama benar, menghalalkan
yang diharamkan Allah dan suka berkawan dengan orang kafir sambil menjelek-jelekan
orang-orang Islam. Pokoknya, Pa orang liberal itu sifatnya seperti orang-orang
munafik, yang di Al-quran dikatakan akan dimasukkan ke jurang neraka.” (hal
212).
Menurut
saya, novel ini cukup bagus bagi kalangan yang penasaran dengan bahanyanya Islam
liberal. Novel ini mudah dipahami dan dicerna.
Keterangan Buku
Penulis: Adian Husaini
Penerbit: Gema Insani Press
ISBN 978-602-250-068-1